Senin, Desember 26, 2011

Naskah Drama : Berdirinya Kerajaan Majapahit

Prolog : ***

Raden Wijaya dan keempat istrinya sedang memantau proses pembukaan lahan oleh para prajuritnya

Istri 1 : “Maaf Baginda, sebenarnya apa maksud baginda menyuruh para prajurit untuk menebang pohon ini?”

Istri 2 :”Betul Baginda maksudnya apa? Bukankah ini termasuk pembalakan liar? Illegal loging gitu deh…”

R. Wijaya : “ Yeee….enak aja. Seperti yang telah kuceritakan sebelumnya pada kalian tentang mimpi aneh yang aku alami. Aku yakin disinilah tempatnya”

Raden Wijaya dan para istrinya berjalan mendekati 2 prajurit yang sedang bekerja.

Istri 3 : “Ooo….tempat yang kelak akan berdiri sebuah kerajaan besar yang akan menyatukan nusantara?”

R Wijaya : (sambil mengangguk) Benar

Istri 4 : “Jadi,,,,disinilah tempatnya. Lalu apa nama kerajaannya??”

R WIjaya : (Diam, sambil memegang dagu) “Emmm…..aku sendiri belum tau, mau dikasih nama apa kerajaan ini”

Di seberang rombongan Raden Wijaya, nampak terlihat dua orang Prajurit yang kelelahan saamelakukan pembukaan lahan.

Prajurit 1 : “Wah….laper nih, mana nggak ada yang dagang bubur lagi…” (samba menoleh kesana kemari)

Prajurit 2 : “Iya nih sama. Eh…tapi aku punya buah ini nih. Kayanya sih buah pohon yang kita tebang ini. cobain deh “

Prajurit 1 : (Memakan, tapi kemudian memuntahkannya sambil terbatuk – batuk)

Prajurit 2 : Kenapa?? (sambil memegang prajurit 1)

Rombongan R Wijaya berhenti di depan para Prajurit

R Wijaya : Hey kenapa kalian???

Prajurit 2 : (sambil membungkuk) Maaf baginda, tadi kami kelaparan lalu memutuskan untuk memakan buah phon ini. kami kira bisa menahan rasa lapar tapi ternyata rasanya pahit”

R Wijaya : mana buahnya?? Coba lihat” (mengulurkan tangan mengambil buah yang diserahkan oleh prajurit)

R Wijaya : (membolak balik sambil merenung) Buah maja rasanya pahit. Maja yang pahit….Majapahit (kemudian melompat kegirangan) Aahaaa…..aku dapat nama untuk kerajaan ini.

Para Istri : “Apa kanda namanya??”

R Wijaya : “MAJAPAHIT….ya….Kerajaan Majapahit….ha…ha…ha….. “(Tertawa sambil mengangkat tangan ke atas dan melangkah pergi meninggalkan ruangan)

Istri dan Para Prajurit : “Hidup Majapahit 3x” (sambil mengikuti raden Wijaya)

Minggu, November 20, 2011

Kompetisi dan Harga Diri_2 : Catatan Sea Games 2011

Kompetisi dan Harga Diri !
Dua kata yang tentu saja berbeda makna, tetapi memiliki keterkaitan yang cukup erat. Kompetisi merupakan sebuah arena unjuk gigi untuk mengukir prestasi. Sementara harga diri adalah sesuatu yang sangat berarti dan harus diperjuangkan, bahkan sekalipun nyawa harus jadi taruhannya, demi sebuah prestise. Sangat berbeda bukan? Tapi ada kesamaan diantara keduanya. Perjuangan, adalah kata yang merekatkan keduanya. Kompetisi dan Harga Diri, perlu diperjuangkan agar mendapatkan hasil yang maksimal.
Dua kata itulah yang saya lihat pada pertandingan malam ini antara Indonesia melawan Malaysia. Pertandingan yang digelar dalam salah satu kompetisi sepakbola bergengsi di Asia Tenggara, Sea Games 2011. Kompetisi yang diikuti oleh Timnas U-23 ini selalu menyajikan tontonan yang seru. Dan jangan dilupakan, kompetisi ini juga mempertaruhkan Harga diri setiap Negara yang berlaga. Ya…kompetisi dan harga diri !! Prestasi dan Prestise !!!
Dalam beberapa tahun terakhir Indonesia belum meraih prestasi yang maksimal di ajang ini. Pamor sepak bola Indonesia pun mulai memudar, seiring dengan prestasi yang seolah sulit untuk ditorehkan. Malaysia, Vietnam dan Singapura mulai mampu menyaingi Indonesia dan Thailand. Maka, Sea Games 2011, merupakan kompetisi yang juga mempertaruhkan harga diri, dan sekaligus bisa membangkitkan kepercayaan diri Timnas kita.
Pertandingan antara Garuda Merah dengan Malaysia, di laga terakhir babak penyisihan Grup A, menyajikan satu tontonan yang mungkin bisa dikatakan anti klimaks, sangat tidak memuaskan. Khususnya bagi pendukung Garuda Merah. Ya…dalam pertandingan tadi, Tim Garuda Merah harus mengakui keunggulan Malaysia dengan skor tipis 0-1.
Disebut anti klimaks, karena hampir sepanjang pertandingan, Indonesia mendominasi permainan. Malaysia hanya mampu menggebrak melalui serangan balik, termasuk gol yang tercipta oleh Arul, sisanya Indonesia yang berkuasa. Meski hanya menurunkan salah satu dari Trisula TOP nya (Tibo, Okto, Patrick), tusukan dari Tibo cukup merepotkan barisan pertahanan Malaysia. Dua peluang emas bahkan dimiliki oleh Tibo yang sayangnya tidak berhasil menjadi Gol. Kreatifitas dari lini tengah pun tidak begitu terlihat. Banyak salah umpan yang dilakukan oleh pemain lini tengah yang dikomandoi oleh Ramdani Lestaluhu. Lini belakang setali tiga uang. Meski hanya kebobolan satu gol, tetapi sepanjang pertandingan terlihat lini belakang sering terburu – buru dan mudah panik menghadapi serangan dari Malaysia. Pemain yang jarang diturunkan di pertandingan sebelumnya, seperti yericho dan septiahadi, nampak sering terlihat canggung dalam mengantisipasi serangan tim lawan.
Pada pertandingan tadi, coach RD melakukan beberapa perubahan komposisi starting eleven. Di sektor penjaga gawang, Kurnia Mega dibangkucadangkan untuk memberi kesempatan pada Andretany merasakan kompetisi antar Negara ASEAN ini. Lini belakang, Abdurrahman dan Diego Michels juga diistirahatkan dan digantikan oleh Septiahadi dengan Yericho. Dirga Lasut yang dipertandingan sebelumnya tidak pernah main, kali ini diturunkan oleh RD. Lini depan, Trisula TOP hanya diturunkan T nya saja. Yongki dan pemain lain menggantikan peran Okto dan Patrick. Hasilnya???
Minus Abdurrahman dan Diedo Michels di barisan belakang, dan Egi di lapangan tengah, tentu akan memberikan perbedaan pola permainan. Dan itu terlihat jelas saat pertandingan berlangsung. Kehilangan Egi, seolah tidak ada Jenderal di Lapangan tengah yang berfungsi sebagai pengatur serangan. Komentator di televisi pun cenderung menyudutkan sosok Ramdani yang tidak mampu menggantikan peran Egi. Hallo….??? Ramdani dan Egi kan dua orang yang berbeda. Sedikit banyak permainan mereka pun akan berbeda. Tidak usah dipaksakan untuk sama. Bisa saja intruksi dari pelatih nya berbeda. Di barisan depan, kehilangan kecepatan seorang Okto dan positioning yang bagus dari seorang Wanggai, membuat Tibo seolah kesulitan menembus pertahanan lawan. Tak ada partner yang menemaninya. Yongki belum bisa mengimbangi permainan dari Tibo. Akhirnya, RD mencoba untuk mengubah permainan dengan menurunkan Okto dan Diego Michels. Disusul kemudian dengan Egi yang menggantikan peran dari Dirga. Hasilnya???? TELAT……0 – 1 bertahan hingga wasit meniup peluit panjang.
Meskipun hasil ini cukup mengecewakan, nampaknya tidak akan ada caci maki untuk Timnas kita, karena memang satu tempat di semifinal sudah diraih. Kata maaf juga akan diberikan pada Timnas yang sengaja tidak memainkan The Winning Team secara full. Inilah strategi dalam sebuah Kompetisi. Tapi, haruskah kita melupakan dan mengabaikan harga diri kita (Timnas Indonesia), yang selama beberapa tahun terakhir menjadi sukar mengalahkan Tim Malaysia??? Masih wajarkah alasan mencadangkan tim inti untuk menjaga kebugaran pemain ??? Ayolahh…buang semua anggapan itu!!! Mau lolos ataupun tidak, permainan harus tetap optimal. Mau tim inti atau cadangan, permainan harus tetap menggigit. Hingga kemenangan adalah hasil mutlak yang harus diperoleh.
Meskipun secara kompetisi kita sudah memastikan satu tempat, tetapi ini masalah harga diri!!! Pantang untuk kalah dari Malaysia!!!!
Bagaimanapun juga, hasil akhir tak bisa dirubah. Dan tim yang berlaga telah berjuang semaksimal mungkin. Semoga hasil akhirnya tidak seperti AFF 2010. Bravo Timnas……Terbanglah Garuda-ku….kibarkan panji merah putih setinggi tingginya…..!!!

Jadi teringan timnas 2003 yang sering mengedepankan slogan “Teu nanaon eleh ku angkatan lain ge, asal ulah ku angkatan 2005……” hehehe….sebab itu masalah Harga Diri!!!
* sebagian dari tulisan ini merupakan catatan dari AFF 2010, coz bagi saya intinya tetep sama, yaitu Kompetisi dan Harga diri :-D

Kompetisi dan Harga Diri : Catatan AFF 2010

Kompetisi dan Harga Diri !
Dua kata yang tentu saja berbeda makna, tetapi memiliki keterkaitan yang cukup erat. Kompetisi merupakan sebuah arena unjuk gigi untuk mengukir prestasi. Sementara harga diri adalah sesuatu yang sangat berarti dan harus diperjuangkan, bahkan sekalipun nyawa harus jadi taruhannya, demi sebuah prestise. Sangat berbeda bukan? Tapi ada kesamaan diantara keduanya. Perjuangan, adalah kata yang merekatkan keduanya. Kompetisi dan Harga Diri, perlu diperjuangkan agar mendapatkan hasil yang maksimal.
Dua kata itulah yang saya lihat pada pertandingan malam ini (tadi malam-red) antara Indonesia melawan Thailand. Pertandingan yang digelar dalam sebuah kompetisi sepakbola terakbar di Asia Tenggara, AFF Suzuki Cup 2010. Kompetisi yang dulunya bernama Tiger Cup ini selalu menyajikan tontonan yang seru. Dan jangan dilupakan, kompetisi ini juga mempertaruhkan Harga diri setiap tim yang berlaga. Ya…kompetisi dan harga diri !! Prestasi dan Prestise !!!
Dalam beberapa tahun terakhir Indonesia belum meraih prestasi yang maksimal di ajang ini. Pamor sepak bola Indonesia pun mulai memudar, seiring dengan prestasi yang seolah sulit untuk ditorehkan. Vietnam dan Singapura mulai mampu menyaingi Indonesia dan Thailand. Maka, AFF Suzuki Cup 2010, merupakan kompetisi yang juga mempertaruhkan harga diri.
Pertandingan antara Garuda Merah dengan Gajah Biru (boleh dibaca Putih), dua Negara yang sepak bolanya lebih dulu maju dibandingkan dengan Negara lain di kawasan Asia Tenggara, di laga terakhir babak penyisihan Grup A, menyajikan satu tontonan yang mungkin bisa dikatakan anti klimaks, tetapi sangat memuaskan. Khususnya bagi pendukung Garuda Merah. Ya…dalam pertandingan tadi, Tim Garuda Merah berhasil mengalahkan Gajah Putih dengan skor 2-1.
Disebut anti klimaks, karena hampir sepanjang pertandingan, Thailand mendominasi permainan. Indonesia hanya mampu menggebrak di menit-menit awal babak pertama, sisanya Thailand yang berkuasa. Tak terlihat kecepatan seorang Okto yang dipertandingan sebelumnya sangat merepotkan barisan pertahan lawan. Tak ada juga tusukan yang dilakukan oleh M. Ridwan sebagaimana yang diperlihatkannya saat menghadapi Laos. Kecemerlangan Irfan Bachdim yang sedang naik daun pun tidak terlihat. Christian Gonzales??? Apalagi ! maaf, tanpa bermaksud menyepelekan kualitas dari seorang Gonzales (faktor usia yang menyebabkan saya meragukan dirinya), ia hanya seorang macan yang “siap santap”. Sehingga wajar kalo kemudian Thailand mampu unggul lebih dulu, lewat gol seorang Shuree, setelah memanfaatkan lengahnya barisan pertahanan Indonesia yang dikomandoi oleh Maman. 1-0 untuk keunggulan Thailand.
Seandainya hasil ini tetap bertahan hingga akhir pertandingan, nampaknya tidak akan ada caci maki untuk Timnas kita, karena memang satu tempat di semifinal sudah diraih. Kata maaf juga akan diberikan pada Timnas yang sengaja tidak memainkan The Winning Team secara full. Inilah strategi dalam sebuah Kompetisi. Tapi, haruskah kita melupakan dan mengabaikan harga diri kita (Timnas Indonesia), yang selama beberapa tahun terakhir selalu bertekuk lutut terhadap Tim Gajah Putih??? Masih wajarkah alasan mencadangkan tim inti untuk menjaga kebugaran pemain ??? Ayolahh…buang semua anggapan itu!!! Mau lolos ataupun tidak, permainan harus tetap optimal. Mau tim inti atau cadangan, permainan harus tetap menggigit. Hingga kemenangan adalah hasil mutlak yang harus diperoleh.
Minus Hamka Hamzah di barisan belakang, dan Firman serta Bustomi di lapangan tengah, tentu akan memberikan perbedaan pola permainan. Dan itu terlihat jelas saat pertandingan berlangsung. Kehilangan Firman, seolah tidak ada Jenderal di Lapangan tengah yang berfungsi sebagai pengatur serangan. Komentator di televisi pun cenderung menyudutkan sosok Eka Ramdani yang tidak mampu menggantikan peran Firman. Hallo….??? Eka dan Firman kan dua orang yang berbeda. Sedikit banyak permainan mereka pun akan berbeda. Tidak usah dipaksakan untuk sama. Bisa saja intruksi dari pelatih nya berbeda.
Keadaan mulai berubah saat Indonesia mulai melakukan pergantian pemain. Disinilah kecerdasan seorang pelatih terlihat. Bukan seorang bintang yang dibutuhkan untuk bermain full time di lapangan. Bukan pula seorang pemain “kemarin sore” yang langsung banjir puja puji untuk tetap bertahan di atas lapangan. Melainkan sosok pemain yang mampu memenuhi kebutuhan TEAM yang bermain saat itu. Dan Alfred Reidl paham akan hal ini. Irfan Bachdim dan Okto, dua pemain yang bersinar di dua pertandingan sebelumnya, digantikan oleh Bambang Pamungkas dan Arif Suyono. Hasilnya ??? SUKSES !!! Dua eksekusi penalty yang diambil oleh Bambang Pamungkas, berhasil merubah kedudukan menjadi 2-1. Indonesia unggul atas Thailand. Harga diri Indonesia pun terselamatkan.

Sabtu, Oktober 22, 2011

TPS Pohon Asem : Pemilih Perempuan Menangkan Pasangan Atut - Rano

22 Oktober 2011, Pesta demokrasi masyarakat Banten digelar. Ajang yang digelar 5 tahun sekali itu bertujuan untuk memilih pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang akan memimpin Banten periode mendatang. Berbagai tahapan telah dilaksanakan dengan segala dinamika yang menyertainya. Dari mulai penentuan pasangan calon, kampanye, hingga akhirnya pencoblosan kartu suara.

Slogan tiap pasang calon banyak digembar gemborkan untuk menarik minat pemilih. Tidak hanya oleh timses resmi saja (melalui kampanye yang terjadwal), melainkan juga oleh simpatisan yang salah satunya menggunakan media jejaring sosial yang sedang ngetrend. Sering juga terjadi saling adu pendapat diantara simpatisan pasangan calon dalam mengunggulkan kandidat yang diusungnya. Yang pasti, jangan sampai perbedaan itu mengarah pada perpecahan. Debat boleh saja, asal jangan ribut dan saling adu otot.

Hari ini, penentuan siapa yang akan memimpin banten 5 taun ke depan mencapai puncaknya. Slogan tak lagi berarti, sebab suara berdasarkan hati nurani. Satu menit di tempat pemungutan suara, akan menentukan nasib banten lima tahun mendatang.

TPS Pohon Asem

Di setiap daerah pasti terdapat tempat pemungutan suara. Termasuk di daerah penulis. Alun – alun Malingping bagian utara, tepat di depan SDN 1 Malingping Utara, berdiri kokoh sebuah pohon besar yang berumur lebih dari puluhan tahun (bahkan mungkin ratusan tahun). Dahulu, saat masih kanak – kanak, pohon itu sering dipanjat oleh rekan2 penulis, untuk dinikmati buahnya. Meski matang, rasa buah pohon tersebut tidaklah manis, melainkan haseum harieum. Di bawah pohon itulah, sebuah TPS di buat dengan bentuk yang sangat sederhana. TPS Pohon Asem, begitu penulis menyebutnya.

TPS Pohon Asem merupakan TPS ke V yang berada di desa Malingping Utara. Jumlah pemilih sebagaimana tercatat dalam papan pengumuman adalah 530 suara, dengan perbedaan 10 suara untuk pemilih laki – laki dibanding perempuan. Di awal, nampak seperti tidak terlalu berpengaruh perbedaan tersebut, meski kemudian di akhir terlihat jelas pengaruhnya.

Dua orang panitia bertugas menyambut kedatangan para pemilih, untuk kemudian meminta surat keterangan pemilih. Tiga orang panitia bertugas menukarkan surat tersebut dengan kartu suara. Dua panitia terakhir bertugas menjaga kotak suara dan memberi tanda telah memilih. Seorang hansip, menjadi pelengkap untuk mengamankan jalannya proses pemungutan suara. Di seberang jalan nampak dua orang polisi dan seorang tentara sedang berbincang santai. Tiga orang saksi nampak “sersan” mengamati jalannya pemilihan.

Kegiatan ini juga dimanfaatkan oleh para pedagang untuk mengais rejeki. Dengan barang yang berbeda, lima orang pedagang nampak sibuk melayani beberapa pembeli yang mampir di tempatnya. Sekelompok bapak – bapak juga terlihat berbincang tentang berbagai hal, termasuk peluang pasangan calon untuk memenangi pilkada ini.

09.30 WIB, penulis meluncur menuju TPS Pohon Asem.

Sepi. Tidak nampak antrian yang panjang. Kursi pemilih terlihat kosong. Sudah pada milihkah??? Atau kemana kah??? Tidak seramai pemilu parpol 2009 lalu. Antusiasme masyarakat tidak seramai saat kampanye pasangan calon. Apatis??? Ahh….paling mereka sudah milih langsung melanjutkan aktivitasnya masing masing. Ngapain juga nungguin TPS, toh nggak bakalan kemana kemana ini  . Alhasil, Tanpa menunggu lama dari kedatangan ke TPS, jari kelingking sudah berlumuran tinta pertanda hak suara telah diberikan. Enggan juga untuk menunggu berlama – lama di TPS, penulis memutuskan untuk back to home, sleep again. :-D

13.30 WIB

Setelah menunaikan tugas sebagai narasumber (dengan iming – iming sop duren), penulis meluncur menuju TPS Pohon Asem untuk menyaksikan penghitungan suara. Terlambat beberapa menit, penghitungan nampak sudah berjalan. Kartu suara telah banyak dibuka. Pasangan paling atas nampak mendominasi hasil penghitutan, disusul oleh pasangan kedua. Pasangan ketiga seperti adem ayem saja.

Dan, penghitungan pun berakhir. Kandidat no 1 berhasil mengungguli pesaingnya dengan selisih yang cukup jauh. 69 dengan pasangan kedua, dan 129 dengan pasangan ketiga. Dari sekian banyak yang memilih pasangan no 1, 60 % adalah pemilih perempuan, dalam hal ini sepertinya adalah Ibu – Ibu, dan bisa dipastikan sebagian besar dari ibu – ibu yang memilih tersebut adalah Ibu – ibu Pengajian, dan lagi sepertinya tak usah dijelaskan alasannya.

Dari jumlah total pemilih yang memberikan hak suaranya. , jumlah pemilih perempuan lebih banyak dibanding jumlah pemilih laki – laki. Perkiraan bahwa jenis kelamin tidak akan berpengaruh terhadap hasil pemilihan ternyata salah. Setidaknya itu berlaku untuk TPS Pohon Asem. Kandidat yang menang di TPS Pohon Asem ini sebagian besar dipilih oleh pemilih perempuan. Sepertinya para bapak lebih senang berdebat di warung kopi tanpa harus menggunakan hak suaranya. 

Ada beberapa hal yang bisa ditarik dari hasil TPS Pohon Asem ini.

Pertama, bahwa strategi kampanye terhadap ibu – ibu akan lebih efektif dibandingkan kampanye terhadap bapak – bapak. Bagi mereka yang menggunakan strategi direct selling, tentu harus memperhatikan dan bahkan menerapkan strategi ini.

Kedua, pemilih perempuan lebih bersifat pragmatis loyalis daripada pemilih laki – laki yang cenderung pragmatis apatis. Ini hanya argumen yang mendasarkan pada perbandingan jumlah pemilih laki – laki dengan perempuan di TPS Pohon Asem ini, tanpa ada pendalaman. Istilah Pragmatis loyalis dan pragmatis apatis juga diyakini tidak ada dalam kamus politik . Ibu – ibu memilih mana yang memang memberikan sesuatu yang kongkrit pada mereka, bukan yang abstrak.

Ketiga, sepertinya bukan program kerja yang menentukan hasil pemilihan, bukan pula hasil debat mendebat diantara sesama kandidat. Terkenal dan tidak terkenal. Yaaa…..sebagian besar ibu – ibu memilih, karena mereka mengenal calon gubernur dan wakilnya, meski hanya mengenal nama saja. Lantas kemana saja mereka yang disebut sebagai timses kandidat??? Apa saja yang mereka lakukan untuk memenangkan calon yang diusungnya??? Kenapa calon mereka bisa sampai tidak dikenal oleh para pemilih??

Permasalahan kecerdasan masyarakat sering dikemukakan oleh berbagai kalangan. Bahwa masyarakat harus cerdas dalam memilih pasangan calon. Jangan mau digoda oleh serangan fajar atau apapun namanya. Tapi mereka sepertinya lupa, bahwa untuk pencerdasan itu perlu waktu yang tidak instan.

Kita lihat saja hasil akhirnya, seperti apa!!!!

Ahhh…..setelah melihat jumlah suara yang tidak diberikan, ternyata TPS Pohon Asem dimenangkan oleh Golput……!!!

Minggu, September 25, 2011

Pentingnya Kesiapan Mental

“Tidak selalu apa yang kita dapatkan hari ini langsung terasa manfaatnya, tapi di kemudian hari barulah kita tau ada apa di balik itu semua”

Ceramah Mental

Beberapa bulan ke belakang, saat saya mengikuti sebuah pendidikan dan latihan, materi terakhir yang diberikan adalah mengenai “ceramah mental”. Terlepas dari siapa pemateri pada saat itu, yang pasti saya sempat mempertanyakan kenapa dalam diklat seperti ini harus ada materi itu?? Begitu pentingkah?? Terus terang, perspektif saya saat itu ketika mendengar kata mental, seolah – olah bahwa kami (peserta diklat) adalah orang – orang yang kurang bagus dalam hal mental. Lebih jauh, dalam pikiran saya, materi ini tepatnya diberikan pada mereka yang memiliki keterbelakangan mental, bukan pada kami, yang (katanya) calon pejabat. Alhasil, apa yang diberikan pada saat itu, tak ada satupun yang “membekas” kecuali beberapa hal yang tak bisa diungkapkan. Bisa jadi hal ini disebabkan oleh perspektif saya yang menganggap bahwa materi ini tidak penting!!

Seperti menanam sebuah pohon mangga, hasilnya tidak langsung bisa dirasakan sesaat setelah kita menanam pohon tersebut. Sedikit banyaknya membutuhkan waktu untuk berproses. Butuh juga pendukung, seperti pemupukan dan pemeliharaan, agar pohon bisa tumbuh berkembang sesuai dengan yang diharapkan. Nah, seperti itu pula arti dari materi “ceramah mental” terhadap diri saya. Dalam artian bahwa, persfektif saya dahulu ternyata berbeda dengan sekarang. Ceramah Mental itu ternyata penting!!!
Adalah kesiapan mental, yang kemudian merubah perspektif saya mengenai penting atau tidaknya ceramah mental diberikan pada peserta diklat, bahkan pada siapa saja. Bagi saya, kesiapan mental merupakan unsur penting yang harus dimiliki oleh setiap insan dalam kehidupan ini. Sebab, pada hakekatnya hidup adalah perubahan. Setiap manusia akan terus mengalami perubahan. Bahkan manusia harus berubah, agar eksistensinya terus terjaga.

Perubahan yang dialami oleh manusia, tentu beragam jenisnya. Dalam artian bisa positif bisa negatif, bisa bertambah atau berkurang, baik atau buruk. Terkadang, setiap manusia sering menginginkan perubahan ke arah yang lebih baik, meski pada kenyataannya tidak semua sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini tentu bisa menjadi masalah, tatkala perubahan yang terjadi tidak sesuai dengan yang diinginkan. Saat itulah baru terasa pentingnya Kesiapan Mental.

Ya….Kesiapan Mental dibutuhkan untuk menghadapi perubahan dalam hidup ini!!!!

Easy Going atau Khawatir Tingkat Tinggi???
Mental biasanya berkaitan dengan kondisi kejiwaan atau batin seseorang. Bagi saya, kesiapan mental berarti kondisi kejiwaan seseorang dalam menghadapi sesuatu yang menimpa dirinya. Jika kondisi mentalnya siap, maka perubahan seperti apapun mampu dihadapi dengan baik. Pun sebaliknya, jika kondisi mentalnya tidak siap, maka tidak akan mampu bertahan terhadap perubahan yang dialaminya.

Konsekuensi berikutnya dari kesiapan mental adalah perubahan prilaku yang akan dialaminya. Seseorang yang tadinya bersifat murung, pendiam, akan berubah menjadi ceria, tatkala mengalami perubahan yang menyenangkan. Hal ini disebabkan oleh perubahan suasana jiwanya. Murung dan pendiam terjadi karena kondisi jiwanya yang tidak merasa nyaman. Tetapi ketika rasa nyaman singgah di jiwanya, maka keceriaan akan selalu menyertainya.

Pernah mendengar istilah “keok memeh dipacok”???? Atau sering mendengar kasus “Jago Kandang” !!! analisis sederhana yang biasa dikemukakan adalah karena faktor mental yang lemah. Teman saya menyebutnya “cemen”.

Sepertinya, kasus di atas muncul karena persepsi seseorang terhadap suatu keadaan yang akan dijalaninya. Persepsi itu kemudian mempengaruhi kondisi kejiwaannya yang pada akhirnya merubah prilaku. Secara sederhana, saya mengklasifikasikan dua persepsi seseorang yang kemudian akan mempengaruhi mentalnya. Persepsi pertama adalah Easy Going, Persepsi kedua adalah Khawatir Tingkat Tinggi.

Easy Going bisa diartikan sebagai sikap yang “membawa enak” terhadap segala sesuatu yang dijalani atau dialami oleh seseorang. Kata lain yang dekat dengan hal ini adalah “Enjoy Az lagi….”. Segala perubahan yang sedang maupun yang akan dialami, tidak terlalu diambil pusing. Tipe – tipe orang yang seperti ini biasanya terlihat cuek dari luar, meski tidak ada yang bisa memastikan bagaimana perasaan di dalamnya.

Pengaruh persepsi Easy Going terhadap mental seseorang cukup besar. Seburuk apapun perubahan yang dirasakan, mereka akan berusaha untuk menikmatinya. Mentalnya sudah diset agar senantiasa tegar dalam menjalani alur kehidupannya. Berusaha agar perubahan yang terjadi tidak menimbulkan dampak yang buruk bagi dirinya. Bahkan biasanya, tidak memikirkan hal terburuk yang akan dialaminya di kemudian hari. Persepsi yang demikian menjadikan prilaku dari tipe orang seperti ini jarang mempersiapkan diri untuk menghadapi hari esok. Baik atau buruk, Easy Going aj lah….

Persepsi yang kedua adalah Khawatir Tingkat Tinggi. Pribadi yang bertipe seperti ini biasanya terlalu memikirkan lebih jauh apa yang akan terjadi di kemudian hari. Apa yang dipikirkannya adalah hal – hal yang menurutnya akan merugikan dirinya. Hal ini kemudian menimbulkan kekhawatiran yang berlebihan. Sepertinya, persepsi yang seperti inilah yang banyak menyebabkan terjadinya kasus “keok memeh dipacok”.

Pengaruh persepsi seperti ini terhadap sikap mental seseorang adalah cenderung penakut dan tidak bermental seorang pejuang. Tak ada semangat untuk berkompetisi, sebab dirinya takut untuk kalah, yang kemudian menurunkan kredibilitasnya. Baginya, tidak ikut berkompetisi lebih baik daripada berkompetisi tapi mengalami kekalahan. Sebenarnya persepsi seperti ini bisa juga menjadi motivasi untuk mempersiapkan diri agar lebih baik. Akan tetapi, kebanyakan rasa khawatir justru menjadikan seseorang tidak bermental tinggi.

Persepsi mempengaruhi Prilaku, dan Prilaku menunjukkan sikap mental seseorang!!!

Kamis, September 22, 2011

Contoh Feature Perjalanan

Panorama Eksotik Danau Toba dan Pulau Samosir
Oleh Dhee Shinzy Yunengsih

Hawa dingin mencucuk tulang saat saya membuka mata di sebuah villa di Parapat. Dari dalam jendela kamar, saya mengintip sebuah danau maha luas di seberang jalan. Danau itu menggoda saya untuk melangkah ke arahnya.Saya berdiri persis di tepi danau itu, memandang kagum pada lukisan indah hasil karya Sang Pencipta.Danau seluas kurang lebih 369.854 Ha itu bernama Danau Toba.



Danau Toba dipandang dari kota Parapat sangat menakjubkan. Rasa capek, lelah selama perjalanan semalam menempuh waktu kurang lebih empat jam dari kota Medan ke Parapat terbayar lunas dengan melihat danau ini. Saya bahkan tak percaya bisa berada di tempat seindah ini, sebelumnya saya tidak pernah bermimpi untuk mengunjungi danau ini, karena berbagai alasan ketidakmungkinan. Tapi kini, danau vulkanik yang merupakan danau terbesar di Indonesia bahkan di Asia Tenggara telah hadir di depan mata.

Saya bersama kawan-kawan Pers Mahasiswa (Persma) Se-Indonesia yang tergabung dalam Pelatihan dan Pendidikan Jurnalistik Tingkat Lanjut Nasional (PPJTLN) yang diselenggarakan oleh Persma Suara Usu (Universitas Sumatera Utara) pada 27 November 2010 lalu, menaiki kapal Ferry untuk melihat lebih jauh pemandangan Danau Toba. Saya naik ke tingkat atas dan duduk di buritan kapal. Mesin menderu lembut, air danau mulai berpusar dan kapal perlahan bergerak jauh meninggalkan Parapat.



Selama berlayar mengitari Danau Toba, tak henti-hentinya saya berdecak kagum atas keindahan panoramanya, lebih indah dari yang disaksikan di media-media. Pesona eksotisnya berupa hamparan air tenang yang jernih dan sangat luas laksana lautan dengan dikelilingi pepohonan rindang, gunung dan perbukitan yang sebagian gundul namun menawan.Sesekali diselingi awan dan kabut yang menggantung, memberikan kesejukan dan rasa damai di hati.Hmm...pantas saja danau ini dinobatkan sebagai 7 keajaiban dunia yang di gelar The New 7 Wonders Foundation pada 31 Mei 2005. Danau Toba memang punya magnet tersendiri dalam menarik wisatawan domestik dan mancanegara.
Danau Toba terletak di wilayah Parapat-Sumatera Utara, berukuran 1700 meter persegi dengan kedalaman kurang lebih 450 meter dan terletak 906 meter di atas permukaan laut. Danau ini memiliki ukuran panjang 100 kilometer dan lebar 30 kilometer. Danau Toba diapit oleh enam kabupaten, yaitu Kabupaten Simalungun, Kabupaten Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Karo, dan Kabupaten Dairi. (www.wikipedia.com)

Di tepi Danau Toba terdapat beberapa air terjun yang sangat mempesona. Dari atas kapal, saya melihat di pinggir danau terdapat batu yang menggantung menyerupai orang, konon masyarakat Batak percaya batu itu jelmaan seorang putri yang bunuh diri.
Enam puluh menit kemudian, kapal berlabuh di tepi sebuah pulau yang terletak di tengah-tengah danau, pulau itu bernama Pulau Samosir. Pulau Samosir, seperti yang dikutip dari situs www.SilabanBroherhood.com adalah pulau yang berada di tengah-tengah Danau Toba di Sumatera Utara. Suatu pulau dengan ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut.Samosir menjadi kabupaten pada Januari 2004.Sebelumnya, pulau ini merupakan bagian dari Kabupaten Toba Samosir. Terdiri atas 9 kecamatan, yaitu Pangururan (Ibu Kota Kabupaten), Harian, Sianjur Mulamula, Nainggolan, Onan Runggu, Palipi, Ronggur Nihuta, Simanindo, dan Sitio-Tio.

Nuansa budaya yang kental berupa rumah-rumah tradisional khas Batak menyambut kedangan kami.Di pulau Samosir, kami mengunjungi desa Tomok.Di Tomok terdapat rumah adat batak tempat Raja Sidabutar menetap, juga menikmati hiburan dari tarian patung Si Gale-Gale yang dipandu oleh sesepuh Batak.Si gale-gale merupakan salah satu atraksi kesenian rakyat tanah Batak, yaitu berupa patung kayu yang dibuat dapat menari mengikuti irama gondang.

Sesepuh Batak menjelaskan, Si Gale-Gale diperuntukan untuk menghibur Raja Rahat yang kehilangan anaknya. Raja sangat terpukul, sehingga ia memerintahkan pemahat untuk membuat patung dari kayu sebagai wujud anaknya. Patung ini diikat ke jalinan tali yang digunakan untuk menggerakkan tubuhnya.Lalu Si gale-gale dapat menari mengikuti irama gondang. Namun, patung kayu Si Gale-Gale yang berada di desa Tomok tersebut hanyalah patung tiruan, aslinya disimpan di museum kesenian di Jakarta.

Sebagian peserta Salam Ulos Jurnalisme Damai ikut menari mengikuti tarian patung Si Gale-Gale.Walaupun hanya kedua tangan dan mata Si Gale-Gale yang menari, namun cukup menghibur dan menggelitik.Saat menari, pengunjung wajib memberi sawer kepada patung si Gale-Gale.Di situlah kadang kekonyolan-kekonyolan pengunjung dilakukan, seperti salah satu panitia Salam Ulos bernama Dayat memelototi Si Gale-Gale.



Setelah puas menikmati hiburan patung Si Gale-Gale, kami berziarah ke pemakaman raja Sidabutar.Sidabutar merupakan orang pertama yang menetap di Pulau Samosir. Uniknya, saat hendak memasuki makam raja Sidabutar dan keluarganya, kami tidak diperkenankan masuk tanpa memakai kain ulos yang tersedia di gerbang makam.

Di kompleks pemakaman raja, terdapat 3 kuburan Raja Sidabutar dan 3 kuburan keturunannya.Kuburan yang sudah berumur 200 tahun itu terbuat dari batu utuh. Pada kuburan batu itu dipahatkan wajah sang raja dan seorang gadis yang konon sangat cantik. Di sana juga terdapat patung orang Aceh yang konon bijak dan menjadi penasihat raja. Sekaligus menjadi penglima perang yang sangat dipercaya.
Usai berziarah, kami mengunjungi rumah adat Batak.Rumah itu seperti sebuah museum yang menyimpan benda-benda pusaka Batak.Ukiran khas, kalender Batak, alat musik tradisional dan lain-lain.

Berbagai kerajinan khas Batak di Tomok memikat hati untuk dijadikan oleh-oleh, seperti baju, pernak-pernik berlabel Lake Toba atau Danau Toba, patung, tas, topi, kain ulos, membius saya dalam keindahan pemandangan budaya menakjubkan.
Sulit melukiskan dengan kata-kata betapa mengesankannya berada di Pulau Samosir. Bila ingin membuktikan, coba saja datang langsung ke sana.

Hanya sekitar tiga jam saja kami berada di Pulau Samosir, panitia segera mengkondisikan kami untuk kembali ke kapal. Wajah lelah tercipta dari raut masing-masing, sebagai penawar lelah, kami bernyanyi-nyanyi dan berfoto ria. Tak terasa kapal hampir merapat di tepi Parapat.Dari atas kapal, saya melihat atraksi nyelam anak-anak Danau Toba dalam memperebutkan uang-uang logam yang dilempar oleh para penumpang. Atraksi ini diberi nama oleh anak-anak sekitar dengan nama cilling.

Jumat, Juli 01, 2011

MERUMUSKAN KARAKTER DAN BUDAYA BANGSA DI SEKOLAH*

Oleh
Miftah Faturohman, S.Pd#

“Intelligence plus character….that is the goal of true education”
(Dr. Martin Luther King)

Pengantar
Suatu kali entah di chatting pesbuk entah melalui sms, saya ditanya oleh adik saya, “Kang, bisa bantuin ga?....isu atau masalah apa yang sedang hangat di dunia pendidikan saat ini?…buat bikin makalah nih” kurang lebih seperti itu pertanyaannya. Sejenak saya berfikir, mencari jawaban, apa yang paling hangat?.

Sambil menunggu datangnya jawaban, saya balas smsnya “Banyak atuh, mau tentang apanya, proses pendidikannya? Atau tentang pembelajarannya, misal metode atau model??”. Salah satu yang harus dilakukan oleh guru saat ada siswa yang bertanya adalah jangan langsung dijawab, tapi lemparkan pada siswa yang lain ;-), dan saya baru saja mengaplikasikan itu . *padahal mah lagi nyari jawaban xixixi

“Secara umum aja…” balasnya.

Dan akhirnya jawaban itu ketemu “Kalo secara umum sih ada Pendidikan Karakter, kalo pembelajaran ada konsep Blended Learning….sok, bahas tentang itu az….”
Dan percakapan pun berlanjut. Tapi, tulisan ini tidak hendak membahas percakapannya tentu saja, melainkan salah satu content dari percakapan itu yaitu Konsep Pendidikan Karakter.

Seiring dengan perkembangan zaman, ternyata masyarakat Indonesia –khususnya anak usia sekolah- telah mengalami degradasi moral. Salah satu indikatornya adalah banyaknya anak usia sekolah yang sudah tidak perawan lagi. Pembicaraan sex yang dulu dikenal tabu, kini menjadi lebih terbuka. Bahkan sudah “diaplikasikan sejak dini”. Belum lagi penggunaan zat aditif serta tawuran antar pelajar, semakin membuat mental dan akhlak para anak usia sekolah menjadi tidak baik.

Kemudahan akses informasi yang sekarang dirasakan, ternyata juga memiliki efek negatif, ketika penggunaannya tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Banyak tayangan – tayangan yang kurang –bahkan tidak- mendidik mudah untuk didapatkan oleh para siswa. Inilah salah satu penyebab rusaknya moral siswa. Penyebab lain dari kemunduran moral siswa adalah faktor lingkungan. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian karakter siswa dibentuk oleh lingkungan sebagai tempatnya bersosialisasi.

Para siswa adalah generasi penerus bangsa. Di tangan merekalah masa depan bangsa ini ditentukan. Tidak terbayang, kalo generasi yang akan memimpin masa depan memiliki moral yang buruk, akan jadi apa bangsa ini. Oleh karena itu, perlu ada upaya dalam rangka mempersiapkan generasi yang cerdas dan bermoral. Salah satunya adalah melalui Pendidikan Karakter dalam rangka character building siswa sebagai generasi penerus bangsa.

Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Pendidikan adalah upaya sadar dan terencana dalam mengembangkan potensi peserta didik melalui serangkaian proses yang sistematis dan terstruktur. Beberapa potensi yang menjadi tujuan pendidikan nasional diantaranya yaitu kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Hal ini berarti bahwa para siswa tidak hanya cerdas dalam hal pengetahuan saja, melainkan juga memiliki kepribadian yang baik dan berakhlak mulia.
Budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan manusia yang dihasilkan masyarakat. Karakter diartikan sebagai watak, tabiat, akhlak atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakannya sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap dan bertindak.

Dari pendidikan diharapkan dapat terbentuk budaya dan karakter bangsa yang bernilai positif. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan demikian, penting bagi semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikan (baik institusi maupun personal) untuk mengembangkan dan mengaplikasikan pendidikan budaya dan karakter bangsa.

Pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah pendidikan yang mengembangkan nilai – nilai budaya dan karakter bangsa pada diri para siswa sehingga mereka memiliki dan menerapkan nilai – nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, baik sebagai anggota keluarga, masyarakat maupun warga negara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif. Pengertian lain menyebutkan bahwa pendidikan karakter adalah proses penanaman nilai – nilai karakter yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran, kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai – nilai tersebut (Sudrajat, 2010 @ web). Sementara Prof Suyanto (2009, @web) menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan, perasaan dan tindakan. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan karakter bukan hanya wacana semata atau pembahasan dalam proses pendidikan saja, melainkan juga harus dihayati dan diaplikasikan.

Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development) , Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development). Dengan demikian, proses pendidikan karakter yang dikembangkan harus menyentuh ke empat konfigurasi karakter tersebut.

Mengembangkan Budaya dan Karakter Bangsa di Sekolah

Secara programatik, pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah usaha bersama semua pihak yang terlibat dalam pendidikan (baik jenjang formal, non-formal maupun informal) dalam lingkup nasional. Sementara secara teknis, pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan proses penanaman yang dilakukan oleh guru terhadap siswa sebagai objek dari pendidikan, di bawah bimbingan Kepala sekolah yang diwujudkan dalam kehidupan keseharian baik di kelas, sekolah, maupun di lingkungan keluarga dan masyarakat.

Sekolah, merupakan salah satu lingkungan tempat siswa beraktivitas dan bersosialisasi. Meskipun dalam jangka waktu yang cukup singkat, tetapi banyak hal yang bisa dipelajari oleh siswa, yang kemudian bisa saja itu menjadi satu kebiasaan sehingga memberikan kontribusi terhadap karakter siswa tersebut. Oleh karena itu sekolah memiliki peran penting dalam mengarahkan – bahkan membentuk – karakter bangsa. Prof. Fasli Djalal –WaMenDikNas- mengusulkan agar sebaiknya tiap sekolah memiliki program school culture dimana setiap sekolah memilih pendisiplinan dan kebiasaan mengenai karakter yang akan dibentuk. Lebih lanjut Wamendiknas pun berpesan, agar para pemimpin dan pendidik lembaga pendidikan tersebut dapat mampu memberikan suri teladan mengenai karakter tersebut (Herdani, 2010 @web).

Ada kurang lebih 20 budaya dan karakter bangsa yang bisa dikembangkan dan diterapkan di sekolah, yaitu :

a. Bersih dan Nyaman
b. Disiplin
c. Sopan
d. Religius
e. Jujur
f. Toleransi
g. Kerja Keras
h. Kreatif
i. Mandiri
j. Demokratis
k. Rasa ingin tahu
l. Semangat kebangsaan
m. Cinta tanah air
n. Menghargai prestasi
o. Bersahabat / komunikatif
p. Cinta damai
q. Gemar membaca
r. Peduli lingkungan
s. Peduli sosial
t. Rasa tanggung jawab

Idealnya tentu saja kesemua karakter dan budaya itu dikembangkan dan dilaksanakan di tiap sekolah. Akan tetapi pasti membutuhkan proses yang cukup lama. Bukan bermaksud pesimis, melainkan kita –sebagai pihak yang akan mengembangkan- perlu mempertimbangkan situasi dan kondisi di sekolah, terutama kondisi siswa. Oleh karena itu perlu ada perencanaan dalam mengembangkan karakter dan budaya bangsa di sekolah.

Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pengembangan karakter dan budaya bangsa di sekolah, diantaranya yaitu :
a.Direncanakan bersama
Program pengembangan karakter dan budaya bangsa harus menjadi program sekolah, yang berarti bahwa melibatkan semua pihak di sekolah, baik tenaga pendidik, tenaga kependidikan, siswa dan jika perlu melibatkan komite sekolah. Hal ini juga mengiring kepada partisipasi aktif dari semua pihak. Termasuk dalam menentukan karakter dan budaya mana yang akan dikembangkan terlebih dahulu. Dengan demikian, akan muncul komitmen dan tanggung jawab bersama untuk mewujudkan apa yang telah direncanakan tersebut.
b.Berkelanjutan
Pengembangan budaya dan karakter adalah sebuah proses yang berkelanjutan. Dalam artian selalu dilaksanakan dan dikembangkan dari waktu ke waktu. Prinsip ini juga bisa diartikan sebagai proses bertahap dari pengembangan semua karakter dan budaya yang telah disebutkan di atas. Misalkan, karakter dan budaya yang akan dikembangkan di tahun pertama berjumlah lima, sesuai dengan kondisi dan hasil pertimbangan bersama. Tahun kedua, ditingkatkan menjadi 6 atau 7. Dan begitu seterusnya. Dengan demikian, tidak ada kata berhenti dalam proses pengembangan karakter dan budaya bangsa.
c.Terintegrasi dalam mata pelajaran, muatan lokal, kepribadian dan budaya sekolah
Salah satu cara dalam mengembangkan budaya dan karakter bangsa adalah dengan mengintegrasikannya dalam pelbagai kegiatan sekolah. Misalkan, dalam kegiatan pembelajaran. Karakter dan budaya yang akan dikembangkan masuk dalam materi pelajaran dari setiap mata pelajaran yang memiliki keterkaitan / keterhubungan. Sebagai contoh kongkrit adalah memasukkan nilai religius dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam; kreativitas dalam pelajaran Seni Budaya dan keterampilan; demokratis dalam pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan lain sebagainya.
d.Dilakukan secara aktif;
Pengembangan karakter dan budaya bangsa di sekolah bukanlah sekedar wacana atau pengetahuan semata, melainkan juga harus diaplikasikan atau dipraktekkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan secara aktif dan bahkan menjadi ciri khas atau kebiasaan di lingkungan sekolah. Dalam konteks ini, baik tenaga pendidik dan kependidikan maupun siswa harus melakukan dan membiasakan secara aktif nilai – nilai karakter dan budaya bangsa yang telah ditetapkan.
Mengacu pada prinsip tersebut di atas, maka ada beberapa tahapan yang bisa dilakukan dalam rangka merumuskan dan mengembangkan karakter dan budaya bangsa di sekolah, diantaranya yaitu :
a. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah merumuskan bersama karakter dan budaya apa yang akan dibentuk dan dikembangkan di sekolah kita. Sebagai acuan adalah 20 karakter dan budaya bangsa yang telah disebutkan di atas.
b. Langkah kedua adalah membuat analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat). Langkah ini dilakukan sebagai pertimbangan kemungkinan penerapan dan pengembangan karakter dan budaya yang dipilih. Situasi dan kondisi lingkungan sekolah menjadi dasar dalam proses pertimbangan ini, sehingga didapat daya dukung ataupun penghambat dari upaya pengembangan karakter dan budaya sekolah. Biasanya, dari proses ini pula terjadi pengurangan atau penambahan karakter yang akan dipilih.
c. Setelah melakukan analisis SWOT maka didapat karakter dan budaya yang akan dikembangkan. Langkah selanjutnya adalah menyusun indikator ketercapaian karakter. Sebagaimana proses pembelajaran ataupun program kerja lainnya, indikator dibuat sebagai standar minimal tercapainya suatu proses. Indikator juga menjadi acuan dari kegiatan – kegiatan yang akan dilaksanakan. Adapun indikator yang dibuat bisa dibagi menjadi dua bagian yaitu indikator kelas dan indikator sekolah.
d. Langkah berikutnya adalah menyusun strategi pengembangan. Dalam langkah ini mengacu pada prinsip terintegrasi dalam proses pembelajaran dan kegiatan sekolah lainnya seperti pengembangan diri yang meliputi kegiatan Ekskul, BK, kegiatan terprogram, kegiatan rutin, kegiatan spontan dan kegiatan teladan.
e. Jika strategi pengembangan karakter dan budaya bangsa di sekolah telah selesai dibuat, maka langkah berikutnya adalah mencantumkan dalam program sekolah bagian pengembangan budaya dan karakter bangsa. Dengan demikian, sudah menjadi kewajiban bagi sekolah untuk melaksanakan program pengembangan karakter dan budaya bangsa di sekolah tersebut. Dalam program ini dialokasikan pula besaran dana untuk proses pengembangan tersebut.
f. Langkah terakhir adalah evaluasi program. Langkah ini bisa dilakukan secara rutin baik per-triwulan, per-semester ataupun per-tahun, tergantung dari kebutuhan dan kesepakatan bersama. Evaluasi juga dilakukan sebagai langkah untuk perbaikan di periode berikutnya.

Penutup
“Beri aku sepuluh pemuda, maka akan aku guncangkan dunia” (Ir. Soekarno)
Generasi muda adalah aset berharga yang dimiliki oleh setiap bangsa. Jika para pemuda memiliki karakter yang kuat, maka bangsa yang maju adalah satu kepastian. Sebaliknya, jika generasi muda yang ada memiliki karakter yang lemah dan mudah tergerus oleh perkembangan zaman, maka jangan harap bangsa itu akan tetap berdiri kokoh.

Siswa sebagai bagian dari generasi muda, juga menjadi penentu masa depan bangsa. Pendidikan memiliki peran penting dalam membentuk generasi muda yang berkarakter hebat. Melalui pendidikanlah, para generasi muda mengetahui mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Mereka tau potensi yang bisa dikembangkan dalam diri mereka, sehingga mampu memberikan manfaat bagi dirinya, keluarganya, lingkungan masyarakat dan Negara.

Demikianlah tulisan singkat mengenai pengembangan pendidikan karakter dan budaya bangsa di sekolah. Saya tau bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan demi perbaikan di tulisan – tulisan berikutnya.

Semoga bermanfaat !

Refferensi
Herdani, Y, 2010. Pendidikan Karakter Sebagai Pondasi Kesuksesan Peradaban Bangsa. [on-line at] http://www.dikti.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1540:pendidikan-karakter-sebagai-pondasi-kesuksesan-peradaban-bangsa&catid=143:berita-harian
Sudrajat, A. 2010. Tentang Pendidikan Karakter. [on-line] at http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/08/20/pendidikan-karakter-di-smp/
-------------------. 2010. Konsep Pendidikan Karakter. [on-line] at http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/09/15/konsep-pendidikan-karakter/
Suyanto, Prof. Ph.D. 2009. Urgensi Pendidikan Karakter. [on-line] at http://mandikdasmen.kemdiknas.go.id/web/pages/urgensi.html
Tulisan - tulisan hasil Pelatihan Wakasek

* Tulisan ini adalah refleksi dari pelatihan Wakasek yang dilaksanakan oleh DisDik Kab. Lebak 19 – 21 Juni 2011 @PSBB
#Penulis adalah Guru di SMPN Satap 7 Cibeber

Rabu, Mei 25, 2011

Damn.....!!!
Kembali merasakan hal yang sebenarnya sudah terbiasa dirasakan. Bermain - main dengan perasaan. Upsss...lebih dalam malah. Andai berdiri di depan cermin, aku pasti menertawakan sosok yang ada di cermin tersebut. Hahahahahahaa.....Sepuasnya...kalo perlu sampai gugulitikan.....disaat "kritis" seperti ini, malah masih bermain - main. Kata temen tea mah inget umur....ehhh salah, lain konteksnya sekarangmah....tapi, inget tos smester sabaraha ayeuna teh??? naha rek kitu wae kalakuan teh???....
Sederhana memang, tapi cukup bermakna juga.

Disaat "penyakit akhir kuliah" mendera, eh malah ditambah dengan persoalan "klasik" lain yang tiada berujung. Mau menambah panjang daftar "jaringan", tapi malah jadi blunder. Hahahah...lucu memang perjalanan hidup ini. Aku selalu meyakini bahwa pasti ada ujungnya. Yang jadi persoalan adalah, apakah si ujung itu mau dijemput sesegera mungkin atau dibiarkan terus "melambai-lambai" ??

Pintaku.....

Ya Rabb.....
Sungguh aku makhluk yang terlena oleh buaian dunia
Sedang aku tau, akhiratlah yang paling utama
Sungguh aku termasuk makhluk yang selalu bersantai ria
Sedang aku tau, waktu tak pernah mau berhenti
Sungguh aku lebih memilih bermain-main
Sedang aku tau, keberhasilan tak didapat dengan mudah
Sungguh aku merasa kehampaan selalu menyertaiku
Sedang aku tau, Engkau selalu berada didekatku

Ya Rabb.....
Mimpiku sangatlah tinggi
Tapi Nyataku begitu rendah
Harapku begitu besar
Tapi dayaku begitu kecil
Anganku sangatlah luas
Tapi gerak ku begitu sempit


Ya Rabb.....
Engkau Yang Maha Mengatur
Aku ada dalam Aturan-Mu
Engkau Yang Maha Menentukan
Aku ada dalam Takdir-Mu
Engkau Yang Maha Berkehendak
Aku ikut dengan jalan-Mu

Ya Rabb....
Satu pintaku.....
Bahagia Keluargaku....
Amiiinnn.....