Minggu, Januari 19, 2014

Seribu Ide ke Seribu Karya

Guru Seribu Ide......

Ya....sebutan itu melekat erat dalam benak, sebab bisa jadi, sebutan itu merupakan alat yang ditentukan oleh Tuhan sebagai pendekat diantara kami, aku dan dirinya. Seingatku, dirinya yang sering menyebutku begitu, meskipun jika dihitung tentu saja ide-ide yang aku utarakan padanya tidak sebanyak itu. Dari sebutan itu juga interaksi diantara kami smakin sering. Hingga pada akhirnya, dirinya kini telah resmi mendampingiku. Tapi, kali ini tidak hendak membahas dirinya, melainkan tentang Seribu Ide.

Yupps.....bangga juga saat mendapat sebutan sebagai si Guru Seribu Ide. Aku sendiri menyadari bahwa sebutan ini tentu ada dasarnya. Dan jika diingat lagi, sebutan ini berawal dari cerpen. Ya...melalui cerpen sebutan itu melekat padaku. Meski sebenarnya, aku sendiri tak pernah membuat cerpen yang beragam. Hanya saja pada saat itu intensitas untuk menulis cerpen sedang tinggi-tingginya, sehingga hampir bisa dipastikan satu minggu satu cerpen muncul dalam note FB ku. Untuk kami saat itu, satu minggu satu cerpen itu sudah merupakan pencapaian yang luar biasa, jadi wajar kalau sebutan itu tersemat padaku.Heehe....

Hingga berjalannya waktu, tepatnya beberapa hari sebelum tulisan ini dimuat, aku mulai merasakan ada yang kurang. Dalam hal ini dengan sebutan Guru Seribu ide tersebut. Satu hal yang mendesakku untuk "mereview" kembali sebutan itu karena kini seolah aku tak layak lagi menyandangnya. Tak ada lagi cerpen-cerpen yang berhasil diselesaikan. Lantas, apakah ide-ide yang dulu "seribu" jumlahnya sekarang telah hilang terbuang?
Tidak!! aku tegaskan tidak.
Ide-ide itu masih terus berkeliaran di pikiranku.
Hasrat untuk menulis masih membara di benakku...
Tapi.....jemari ini selalu kaku ketika berhadapan dengan tuts tuts keyboard. Masalah klasik yang biasa dialami oleh penulis pemula, seperti aku tentu saja.

Dari kemandegan itu, justru kemudian aku berfikir ada yang kurang dari sebutan Seribu Ide. Harus ditambah. Bukan menjadi Seribu Ide Mandeg atau Seribu Ide Macet, tapi ada kelanjutan positif dari Ide-ide yang dimiliki oleh setiap orang. dan aku menyebutnya Seribu Karya.

Pada dasarnya, menurutku, ide merupakan apa yang ada dipikiran dan apa yang dipikirkan seseorang tentang apapun yang sedang seseorang itu rasakan. Jadi misalkan seperti ini, kita sedang jalan-jalan ke sebuah kolam renang, dan pasti saat melihat kolam renang ada sesuatu dalam pikiran dan ada juga yang dipikirkan baik itu tentang keadaan kolam tersebut, atau tentang bagaimana seharusnya kolam tersebut, bisa juga tentang baiknya ada apa di kolam tersebut. Nah, apa-apa yang barusan dituliskan, bagiku itu merupakan sebuah ide yang dimiliki oleh kita. Pun demikian dalam keadaan-keadaan apapun.

Artinya, bagiku, ide itu dimiliki oleh setiap orang, siapapun itu, tanpa memandang apapun posisi atau jabatannya. Tukang beca, ojeg, pengusaha, guru, penjahat, hakim jaksa, pedagang, semuanya memiliki ide. Hanya satu yang pasti, bahwa ide hanya dimiliki oleh orang yang masih punya pikiran. jadi, bagiku orang gila tidak akan memiliki ide, sebab pikirannya sendiri sudah konslet. Heheh....
Alhasil, aku mulai berfikir bahwa sebutan Guru Seribu Ide itu merupakan hal yang biasa!! Sebab setiap manusia yang berfikir pasti memiliki ide. Setidaknya ide itu akan dipakai dalam kehidupan sehari-hari untuk dirinya sendiri.

Yang menjadi pembeda dari tiap orang yang mimiliki ide tersebut adalah seberapa jauh/besar/bisa orang tersebut memanfaatkan kemampuan yang dimilikinya untuk mewujudkan atau merealisasikan ide-ide yang dimilikinya tersebut.  Sehingga, ide yang dimilikinya bisa menjadi sebuah atau berbuah-buah Karya.Untuk sementara, bagiku, kesampingkan dulu pendapat orang tentang hasil karya kita, baik atau buruknya, yang penting berkarya dulu. Masih sama dengan filosofi menulisku, berkarya lah apa adanya, lalu belajarlah untuk berkarya ada apanya. Hehehe....

Jadi, kalo cuma punya ide doang mah hal biasa, tapi bisa mewujudkannya menjadi sebuah karya (apalagi Mahakarya) itu baru luar biasa.

so, mari berkarya!!!







Sabtu, Januari 11, 2014

Tahun Baru 2014

Yeaaaahhh.....dan 2013 pun berlalu, berganti dengan tahun anyar 2014. PEsta kembang api, paduan suara terompet dengan derung motor, plus gemericik hujan, menandai pergantian taunnya. Ahhh klasik, dari taun ke taun pasti seperti itu, tak ada perbedaan. Ga bosen emangnya? tapi terserah, setiap orang punya kebahagiaan masing-masing, dan setiap event selalu ada tradisinya tersendiri. Dan aku melalui pergantian tahun dengan hal yang sama juga seperti dulu, tiduran di depan tipi untuk kemudian beralih ke tempat tidur. Uppss ada yang beda, kalo dulu masih sendirian, sekarang Alhamdulillah udah ada pasangan (istri). Tentu kebahagiaan yang tiada bandingannya, menikmati malam pergantian taun dengan istri tercinta.

BIasanya, tiap pergantian taun juga sering ditandai dengan adanya harapan-harapan untuk taun yang akan datang. Bahasa kerennya "resolusi". Penting juga untuk menengok kembali pencapaian apa yang telah diraih di tahun sebelumnya, hingga kemudian menetapkan pencpaian di taun depan. Hal Yang penting laiinya yang perlu disadari juga adalah, target-target yang telah dicanangkan harus menjadi motivasi untuk meraihnya, bukan sekedar ngikutin tren. Yang pada akhirnya tercapai atau tidaknya target tersebut bukan menjadi persoalan.