Minggu, November 20, 2011

Kompetisi dan Harga Diri : Catatan AFF 2010

Kompetisi dan Harga Diri !
Dua kata yang tentu saja berbeda makna, tetapi memiliki keterkaitan yang cukup erat. Kompetisi merupakan sebuah arena unjuk gigi untuk mengukir prestasi. Sementara harga diri adalah sesuatu yang sangat berarti dan harus diperjuangkan, bahkan sekalipun nyawa harus jadi taruhannya, demi sebuah prestise. Sangat berbeda bukan? Tapi ada kesamaan diantara keduanya. Perjuangan, adalah kata yang merekatkan keduanya. Kompetisi dan Harga Diri, perlu diperjuangkan agar mendapatkan hasil yang maksimal.
Dua kata itulah yang saya lihat pada pertandingan malam ini (tadi malam-red) antara Indonesia melawan Thailand. Pertandingan yang digelar dalam sebuah kompetisi sepakbola terakbar di Asia Tenggara, AFF Suzuki Cup 2010. Kompetisi yang dulunya bernama Tiger Cup ini selalu menyajikan tontonan yang seru. Dan jangan dilupakan, kompetisi ini juga mempertaruhkan Harga diri setiap tim yang berlaga. Ya…kompetisi dan harga diri !! Prestasi dan Prestise !!!
Dalam beberapa tahun terakhir Indonesia belum meraih prestasi yang maksimal di ajang ini. Pamor sepak bola Indonesia pun mulai memudar, seiring dengan prestasi yang seolah sulit untuk ditorehkan. Vietnam dan Singapura mulai mampu menyaingi Indonesia dan Thailand. Maka, AFF Suzuki Cup 2010, merupakan kompetisi yang juga mempertaruhkan harga diri.
Pertandingan antara Garuda Merah dengan Gajah Biru (boleh dibaca Putih), dua Negara yang sepak bolanya lebih dulu maju dibandingkan dengan Negara lain di kawasan Asia Tenggara, di laga terakhir babak penyisihan Grup A, menyajikan satu tontonan yang mungkin bisa dikatakan anti klimaks, tetapi sangat memuaskan. Khususnya bagi pendukung Garuda Merah. Ya…dalam pertandingan tadi, Tim Garuda Merah berhasil mengalahkan Gajah Putih dengan skor 2-1.
Disebut anti klimaks, karena hampir sepanjang pertandingan, Thailand mendominasi permainan. Indonesia hanya mampu menggebrak di menit-menit awal babak pertama, sisanya Thailand yang berkuasa. Tak terlihat kecepatan seorang Okto yang dipertandingan sebelumnya sangat merepotkan barisan pertahan lawan. Tak ada juga tusukan yang dilakukan oleh M. Ridwan sebagaimana yang diperlihatkannya saat menghadapi Laos. Kecemerlangan Irfan Bachdim yang sedang naik daun pun tidak terlihat. Christian Gonzales??? Apalagi ! maaf, tanpa bermaksud menyepelekan kualitas dari seorang Gonzales (faktor usia yang menyebabkan saya meragukan dirinya), ia hanya seorang macan yang “siap santap”. Sehingga wajar kalo kemudian Thailand mampu unggul lebih dulu, lewat gol seorang Shuree, setelah memanfaatkan lengahnya barisan pertahanan Indonesia yang dikomandoi oleh Maman. 1-0 untuk keunggulan Thailand.
Seandainya hasil ini tetap bertahan hingga akhir pertandingan, nampaknya tidak akan ada caci maki untuk Timnas kita, karena memang satu tempat di semifinal sudah diraih. Kata maaf juga akan diberikan pada Timnas yang sengaja tidak memainkan The Winning Team secara full. Inilah strategi dalam sebuah Kompetisi. Tapi, haruskah kita melupakan dan mengabaikan harga diri kita (Timnas Indonesia), yang selama beberapa tahun terakhir selalu bertekuk lutut terhadap Tim Gajah Putih??? Masih wajarkah alasan mencadangkan tim inti untuk menjaga kebugaran pemain ??? Ayolahh…buang semua anggapan itu!!! Mau lolos ataupun tidak, permainan harus tetap optimal. Mau tim inti atau cadangan, permainan harus tetap menggigit. Hingga kemenangan adalah hasil mutlak yang harus diperoleh.
Minus Hamka Hamzah di barisan belakang, dan Firman serta Bustomi di lapangan tengah, tentu akan memberikan perbedaan pola permainan. Dan itu terlihat jelas saat pertandingan berlangsung. Kehilangan Firman, seolah tidak ada Jenderal di Lapangan tengah yang berfungsi sebagai pengatur serangan. Komentator di televisi pun cenderung menyudutkan sosok Eka Ramdani yang tidak mampu menggantikan peran Firman. Hallo….??? Eka dan Firman kan dua orang yang berbeda. Sedikit banyak permainan mereka pun akan berbeda. Tidak usah dipaksakan untuk sama. Bisa saja intruksi dari pelatih nya berbeda.
Keadaan mulai berubah saat Indonesia mulai melakukan pergantian pemain. Disinilah kecerdasan seorang pelatih terlihat. Bukan seorang bintang yang dibutuhkan untuk bermain full time di lapangan. Bukan pula seorang pemain “kemarin sore” yang langsung banjir puja puji untuk tetap bertahan di atas lapangan. Melainkan sosok pemain yang mampu memenuhi kebutuhan TEAM yang bermain saat itu. Dan Alfred Reidl paham akan hal ini. Irfan Bachdim dan Okto, dua pemain yang bersinar di dua pertandingan sebelumnya, digantikan oleh Bambang Pamungkas dan Arif Suyono. Hasilnya ??? SUKSES !!! Dua eksekusi penalty yang diambil oleh Bambang Pamungkas, berhasil merubah kedudukan menjadi 2-1. Indonesia unggul atas Thailand. Harga diri Indonesia pun terselamatkan.

Tidak ada komentar: