Jumat, Mei 02, 2008

Pendidikan Berbasis Keagamaan

“Tuntutlah ilmu sejak lahir hingga ke liang lahat”

Pengantar
Pendidikan merupakan suatu usaha sadar dan terencana yang bertujuan untuk mengubah prilaku manusia ke arah yang lebih baik. Adapun jenis dari pendidikan bisa dikategorikan menjadi pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan non-formal. Belakangan ini mulai berkembang model home scholling. Sementara itu mungkin bagi khalayak ramai, berbicara mengenai pendidikan pasti langsung terbayang sebuah instansi atau lembaga pendidikan, seperti sekolah, pesantren atau universitas. Tidak salah memang karena instansi tersebut merupakan sarana dalam mengeyam pendidikan. Pada intinya, pendidikan berusaha untuk mengubah pola pemikiran manusia ke arah yang lebih baik dengan berbagai cara dan sarana yang digunakan. Pada dasarnya, pendidikan tidak hanya didapatkan dari institusi formal, tetapi juga dalam kebiasaan sehari-hari baik di lingkungan keluarga ataupun di lingkungan masyarakat.
Agama merupakan perwujudan dari keyakinan manusia akan adanya kekuatan lain yang lebih besar dari dirinya. Agama mengatur bagaimana berinteraksi dengan sang Pencipta, dan ciptaan-Nya. Dalam tulisan ini, saya akan mencoba memfokuskan pada agama Islam. Dalam persfektif saya, pendidikan berbasis keagamaan merupakan sistem pendidikan yang di dalamnya didasarkan pada nilai-nilai yang berlaku dalam agama Islam. Banyak Ayat Al-Qur’an dan Hadits yang meriwayatkan agar manusia mengikuti proses pendidikan. Manusia diberikan kelebihan dibanding makhluk lainnya, yaitu diberikan akal. Oleh karena itu, tugas manusia adalah memanfaatkan dan memaksimalkan kerja akal untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Bukankah dalam setiap penciptaan langit dan bumi serta pergantian siang dan malam, terdapat tanda-tanda kekuasaan-Nya? Dari mana kita memahami itu semua, kalau bukan dari potensi akal yang kita miliki?. Bagaimana memaksimalkan atau “memanfaatkan” akal untuk memahami kebesaran Tuhan? Pendidikan lah jawabannya. Lalu pendidikan seperti apa yang dapat mendukung kinerja akal kita?

Pendidikan dan Agama
Dalam Islam, semua aspek telah mempunyai aturan tersendiri, baik itu sosial, politik, ekonomi. Begitu juga dengan pendidikan. Dalam sebuah hadits sebagaimana disebutkan di atas, bahwa sejak manusia menghirup udara di muka bumi ini, sudah diberikan keharusan untuk menuntut ilmu. Bahkan tidak ada batasan kecuali kematian. Hal ini berarti bahwa salah satu tugas manusia ketika hidup di dunia ini adalah mencari dan menambah pengetahuannya, sehingga bisa menjadi khalifah fil ardl.
Ketika berbicara tentang pendidikan, maka akan berbicara dengan sistem seperti apa yang digunakan dalam pendidikan tersebut. Kita sudah tahu sistem pendidikan formal di negeri kita ini, yaitu jenjang TK (bahkan sekarang sudah ada Play Group dan PAUD) paling lama 1-2 tahun, SD minimal 6 tahun, SMP minimal 3 tahun, SMU minimal 3 tahun. Itu baru tingkat dasar sampai menengah. Dibutuhkan waktu minimal 4 tahun untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan tinggi, mungkin ditambah 3 tahun untuk Magister, dan 3 tahun juga untuk Doktor. Jadi kurang lebih 23 tahun manusia menghabiskan usianya untuk mengeyam pendidikan.
Terkait dengan angka 23, Rasulullah pun menghabiskan waktu 23 tahun untuk menyebarkan dan mengembangkan ajaran Islam hingga bisa bertahan sampai sekarang. Sebuah bukti kongkrit bahwa “pendidikan ala Rasulullah” memperoleh hasil yang sangat memuaskan. Namun, pendidikan sekarang cenderung terbalik hasilnya. Merubah pengetahuan orang menjadi bertambah mungkin dapat dikatakan berhasil. Banyak profesor dan doktor dalam berbagai bidang pendidikan. Namun tidak untuk merubah moral dan prilaku manusia itu sendiri. Banyak yang bergelar penegak hukum, tapi justru menjadi pelanggar hukum. Kasus terbaru yang saya ketahui adalah seorang Kapolsek yang memakai Shabu-shabu. Ini menunjukkan bahwa ada sesuatu yang hilang dalam pola pendidikan yang telah diberikan. Sesuatu tersebut adalah “nilai-nilai agama”. Salah satu ajaran Islam adalah kejujuran, dimana dengan kejujuran seorang manusia bisa berubah dan merubah dirinya. Sebuah contoh adalah kisah seorang pemabuk, penjudi, penzina yang ingin berubah menjadi lebih baik. Ia mendatangi Rasulullah dan meminta saran. Apa yang diberikan Rasulullah ternyata tidak panjang lebar, tetapi hanya satu kata yaitu JUJUR. Hasilnya, orang tersebut bisa merubah kebiasaan jeleknya. Hal ini menunjukkan bahwa agama mempunyai peran yang penting dalam sebuah pendidikan.

Menerapkan Agama dalam Pendidikan
Pengetahuan umum, mungkin bisa didapatkan dalam pembelajaran formal, tetapi tidak cukup dengan itu saja. Penanaman nilai-nilai moral mutlak diberikan juga pada objek pendidikan. Pengetahuan tentang politik, bisa didapatkan dari fakultas ilmu politik. Tapi bagaimana berpolitik, membutuhkan juga tuntunan dari ilmu Agama, agar tidak menghalalkan segala cara yang pada akhirnya merugikan rakyat banyak. Pengetahuan tentang sistem perdagangan, bisa didapatkan di sekolah atau universitas, tapi bagaimana cara berdagang yang baik, itu membutuhkan tuntunan dari agama.
Lalu bagaimana menerapkan nilai-nilai agama dalam pendidikan?
Ketika saya mengikuti program latihan profesi (untuk sekolah tempat saya melakukan PLP, silahkan lihat tulisan saya tentang mengembangkan pembelajaran sejarah), sekolah tempat saya praktek menerapkan hal tersebut. Yang pertama adalah adanya pengajian atau ta’lim pagi. Jadwal jam pelajaran dimulai tepat pukul 06.30. kebiasaan terlambat siswa, coba di minimalisir dengan adanya jadwal ta’lim pagi yang biasanya berlangsung dari pukul 06.00 pagi hingga pukul 06.30. Dengan demikian, siswa mendapatkan pengetahuan tambahan tentang ilmu agama sebelum ia menempuh pembelajaran formal. Dalam ta’lim ini juga ditanamkan nilai-nilai keislaman yang harus diaplikasikan oleh siswa. Sisi positif lain dari jadwal yang “kepagian” ini adalah menanamkan sikap disiplin pada siswa. Tidak hanya untuk datang tepat waktu ke sekolah, tetapi juga disiplin pada saat berada di rumah sebelum berangkat sekolah. Yang saya rasakan sendiri, jadwal yang “kepagian” ini membuat saya rajin untuk bangun lebih pagi dan menyempatkan diri untuk Shalat Subuh berjamaah. Bahkan juga membuat saya untuk mencoba bangun lebih awal dengan melaksanakan Shalat Tahajud (meskipun memang tidak terlalu sering ). Yang kedua adalah adanya pembacaan ayat suci Al-Qur’an dan do’a sebelum belajar, yang dipimpin langsung oleh Kepala Sekolah atau yang mewakilinya. Ketika siswa telah berada di kelas, sebelum pembelajaran dimulai, seorang petugas atau biasanya juga kepala sekolah yang melakukan, membacakan beberapa ayat suci Al-Qur’an dan diakhiri dengan pembacaan doa sebelum belajar. Hal ini dimaksudkan agar siswa mendapatkan motivasi spiritual dan memiliki semangat ruhiyah yang tinggi untuk melakukan pembelajaran. Selain itu juga membiasakan siswa untuk “berinteraksi” dengan kitab suci agama yang dianutnya. Bagi mereka yang non-muslim dipersilahkan untuk membawa kitab suci sendiri dan membacanya sesuai dengan waktu yang tersedia. Kegiatan ini juga dapat mendekatkan siswa pada sumber utama dari agama yang dianutnya. Bagi umat Islam, Al-Qur’an merupakan pedoman hidup yang utama. Dengan demikian, pembiasaan membaca ayat suci Al-Qur’an sebelum pembelajaran merupakan bagian dari “memasukkan” agama dalam pendidikan. Yang ketiga adalah membiasakan mengucapkan salam saat bertemu. Bagi beberapa atau pun kebanyakan orang, kebiasaan mengucapkan salam, hanya dilakukan pada saat bertamu, membuka acara atau pada saat pengajian saja. Tetapi sesungguhnya salam itu harus disebarkan setiap saat dan setiap waktu. Makna salam adalah do’a memohon keselamatan, yang berarti bahwa dengan mengucap salam setiap waktu kita selalu memohon agar diberi keselamatan sepanjang waktu. Tiga hal inilah yang penulis dapatkan ketika menjalani proses PLP, yang kemudian menginspirasi penulis untuk membuat tulisan ini, dengan harapan bisa diaplikasikan dalam kehidupan di tiap sekolah.


Penutup
Pendidikan berbasis keagamaan, merupakan sebuah sistem pendidikan yang di dalamnya menanamkan nilai-nilai keagamaan. “Jatah” jam pelajaran Agama yang sangat terbatas tidak memungkinkan untuk memberikan semua nilai-nilai keagamaan pada saat proses pembelajaran. Justru pada waktu-waktu luang lah penanaman tersebut bisa dilakukan. Pendidikan berbasis keagamaan tidak hanya untuk mewujudkan insan-insan intelektual yang cerdas dan pintar, tetapi juga memiliki akhlak yang mulia, akhlak yang lurus dan benar, sehingga bisa menjadi solusi dalam kekeringan moral bangsa selama ini. Selamat mencoba menerapkan pendidikan berbasis keagamaan. Benar adalah anugrah dari Allah, salah adalah bentuk ketidaksempurnaan diri ini, semoga Allah mengampuni segala kesalahan yang telah diperbuat. Amiinnn….
Ahhh…saya jadi ingat masa-masa SMP dulu. Dimana salah seorang guru saya sering membacakan hadits sebelum pelajaran dimulai. Dulu respons saya dan mungkin kebanyakan dari para siswa adalah negatif, dan cuek-cuek saja. Bahkan kita menganggap guru tersebut terlalu berlebihan, karena guru mata pelajaran agama saja tidak seperti itu (selalu membaca hadits sebelum pelajaran), ini yang bukan guru agama malah berbuat demikian. Tapi, sekarang saya berfikir dan menganggap bahwa semua itu adalah bagian dari syi’ar Islam. Semua umat muslim harus beramar ma’ruf dan nahy munkar, dan nampaknya , cara guru tersebut adalah dengan berbuat demikian. Ah…betapa malunya diri ini……satu hal yang ingin saya berikan dan semoga menjadi sebuah motivasi, bahwa semua yang dilakukan oleh umat muslim dapat bernilai ibadah.

Tidak ada komentar: